Pengalaman Berharga
Aku bukanlah anak yang bisa dengan mudah
bergaul apalagi kalau ketemu orang yang beda latar belakang sama aku, aku
langsung minder. Aku adalah seorang anak yang terlahir dari keluarga yang hidup
sederhana. Ayah dan ibuku bekerja sebagai karyawan di suatu kantor. Aku
menghabiskan masa kecilku di daerah pedesaan. Mulai dari lahir sampai aku lulus
sekolah dasar. Selain sekolah kesibukanku sehari-hari ialah bermain bersama
kawan-kawanku. Rumah kami saling berdekatan sehingga selalu bertemu di sekolah
maupun di rumah. Kami biasa bermain petak umpet di kebun depan rumahku.
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat.
Saat ujian kelulusan sudah tiba. Kebiasaan kami berubah. Kami semua menjadi
jarang bermain lagi sebab semua sibuk belajar untuk ujian kelulusan. Tak
terkecuali dengan aku, aku selalu mempersiapkan diriku sebaik yang aku bisa.
Alhamdulilah aku berhasil lulus dan diterima di salah satu smp idamanku yang
ada di kota. Aku merasa senang sebab impianku bisa terwujud, tetapi aku juga
sedih karena aku harus berpisah dengan teman-temanku selama ini. Hanya aku yang
sekolah di smp itu. Akan tetapi, kami saling mendukung satu sama lainnya.
***
Liburan telah usai. Itu artinya tahun
ajaran baru sudah dimulai. Aku memulai hari-hariku di sekolah menengah pertama.
Aku mulai berkenalan dengan teman-teman baruku. Orang pertama yang aku kenal
namanya Septi. Kami cukup akrab sebab sering bercerita satu sama lain. Aku
hanya akrab dengan dia karena teman-temanku yang lain berasal dari kota dan
memiliki gaya hidup yang berbeda dengan aku. Mereka membuat aku merasa
kehilangan kepercayaan diriku alias minder.
Hari demi hari berlalu, aku mengajak
diskusi ayahku.
"Yah, boleh gak kalau aku pindah
sekolah aja?"
"Lho emangnya kenapa? Bukannya itu
smp impianmu."kata Ayahku.
"Beda jauh sama aku, Yah "
Sautku.
"Apanya yang beda ?"
"Kelakuan temenku, mereka membuatku
minder."
"Itu biasa, dijalanin aja dulu ntar
pasti bisa.."
"Hmm, gitu ya Yah." Sautku
dengan raut muka gak yakin.
"Iya, jalanin aja," saut ibuku
yang keluar dari dapur.
Semester satu sudah selesai. Hari
pembagian rapor tiba. Saat pembagian rapor, tiba-tiba Septi mengucapkan
terimakasih padaku sekaligus pamitan sebab dia akan pindah ke luar pulau mengikuti
perpindahan kerja orang tuanya. Aku kaget mendengar kabar tersebut. Aku merasa
sedih sekali sebab hanya dia temanku di sekolah. Namun, Aku tidak bisa berbuat
apa-apa.
Semenjak Septi pindah, aku menjadi tidak
bersemangat di sekolah dan menjadi semakin minder. Aku sering bolos sekolah dan
tidak mengerjakan tugas. Aku selalu berpikir kalau teman-teman pasti tidak
menganggapku ada. Akibat sikapku itu, orang tuaku diundang wali kelasku untuk
datang ke sekolah. Setelah pertemuan itu, ayahku langsung mengajakku bicara.
"Apa jadi mau pindah sekolah?"
Tanya Ayahku.
"Gak tau Yah." Jawabku dengan
wajah putus asa.
Aku sebenernya ingin pindah sekolah
bersama teman-temanku dulu. Namun, Aku sudah lama mengimpikan sekolah di
sekolahku saat ini. Aku terus menurus memikirkan masalahku. Hal itu membuatku mengalami gejala stress. Puncaknya
aku jatuh sakit tipes dan harus dirawat di rumah sakit.
Di luar dugaanku, teman-teman kelasku
datang menjengukku sore itu. Padahal aku selalu berpikir kalau mereka semua
tidak mau berteman denganku dan tidak peduli padaku. Namun, ternyata mereka
sangat baik dan peduli padaku. Jauh-jauh mereka datang menjengukku padahal
mereka sudah lelah belajar sampai sore hari. Bahkan mereka memberikan dukungan
supaya aku cepat sembuh dan kembali bersekolah lagi. Aku tidak bisa
berkata-kata hanya air mata yang mengalir. Aku baru sadar ternyata aku sudah
kehilangan waktu yang berharga hanya karena aku yang gak pede selama ini.
***
END
Komentar
Posting Komentar